Oleh: KH. Ahmad Ishomuddin
Dalam Islam, ulama memiliki ilmu dan wawasan yang luas serta perenungan yang mendalam. Mereka di puncak piramida, jumlah mereka hanyalah sedikit. Hal ini jauh berbeda dari kalangan awamnya yang jumlah mereka berkali lipat lebih banyak.
Sebagai sekedar contoh, bahwa baik ulama dan orang awam dari kalangan hampir dapat dipastikan hapal surat al-Ikhlash. Akan tetapi, seorang ulama (meski tidak disebut ustadz, kyai, ajengan, dsb.) mengetahui lebih luas, rinci dan detil dilihat dari berbagai aspek terkait Surat al-Ikhlash. Tidak demikian dengan orang awam. Mereka hanya sekedar hapal dan pemahamannya sangat terbatas. Mungkin orang awam membaca Surat al-Iklash saja masih tidak tepat, baik dari sisi ilmu tajwid maupun makhraj-nya.
Ulama mengetahui hadits-hadits terkait Surat al-Iklash yang menjelaskan berbagai keutamaan membacanya, berapa kali sebaiknya dibaca, kapan membacanya, mengerti tentang latar belakang mengapa surat tersebut diwahyukan, diturunkan di mana, memahami makna-makna yang terkandung di dalamnya, dan mampu menangkap isyarat-isyarat dari setiap kata dalam susunan redaksi dalam setiap penggal ayatnya.
Adapun kalangan awam mungkin hanya tahu nama surat itu adalah surat “Qulhu” belaka, atau tahunya ya surat al-Ikhlash. Padahal kebanyakan ulama mengetahui, bahwa Surat al-Ikhlas juga punya nama-nama lainnya, seperti Surat al-Tauhid, Surat al-Tafrid, Surat al-Tajrid, Surat al-Jalal, Surat al-Najah, Nur al-Qur’an dan lain-lain.
Meskipun kalangan awam hapal Surat al-Ikhlash, mereka tidak mampu memahami sebagaimana ulama, bahwa di dalamnya disebutkan ada empat nama Allah, yaitu Huwa ( هو ), Allah ( الله ), al-Ahad ( الأحد ), dan al-shamad ( الصمد ). Hanya di dalam Surat al-Ikhlash ini saja nama Allah, yakni الأحد dan الصمد disebut, tidak terdapat pada selainnya. Orang awam akan menghitung lebih dulu bila ditanyakan kepadanya berapa kali lafdz al-Jalalah disebut dalam Surat al-Ikhlash. Lafdz al-Jalalah ( الله ) dalam Surat al-Ikhlas diulang dua kali.
Orang awam dari kalangan umat Islam mungkin amat jarang yang bisa membedakan antara kata “ahad ( أحد )” dan “wahid ( واحد )”. Hanya ulama sajalah yang mampu menjelaskan perkara yang rumit tentang al-ahadiyyah (الأحدية), al-wahidiyyah ( الواحدية ) , al-wahdah (الوحدة ), al-wahdaniyyah ( الوحدانية ), dan al-tauhid ( التوحيد ).