Jakarta – Tanpa mesti memintasi masa jeda, harga tandan buah segar (TBS) sawit juga merangkak naik. sesudah Presiden Joko Widodo mencanangkan membuka lagi ekspor minyak goreng serta minyak sawit mentah (CPO). Pada Jumat 20 Mei 2022.
Satu minggu sesudah pengumuman pembukaan keran ekspor, bagi Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), harga TBS di jenjang petani telah naik di atas Rp 2.000 per kilogram. Luapan produksi di puncak panen Mei ini nyatanya tidak sanggup menahan harga yang terus menjulang.
Pelarangan ekspor yang berlaku efektif sejak 28 April hingga 22 Mei itu memang sempat membuat harga TBS terempas jatuh. Bahkan di sejumlah daerah produk buah sawit petani itu tak terserap di pasar. Para petani, termasuk yang bergabung di Apkasindo pun mengeluh. Protes bahkan ada yang menggelar aksi demo di depan kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di Jakarta. Toh, kini semuanya kembali membaik. Produksi yang melimpah terserap dan harga meningkat.
Petani kelapa sawit di Indonesia adalah kelompok besar. Mereka mengelola sekitar 4,5 juta hektare kebun sawit, 35 persen dari luas kebun sawit nasional. Sebagian mereka, dengan total lahan usaha seluas 1 juta ha adalah petani plasma yang usahanya dengan skema plasma-inti bersama perkebunan besar (inti). Selebihnya, yang mengusahakan 3,5 juta ha adalah petani swadaya atau mandiri.
Karena praktik budi dayanya secara umum lebih cermat dan terukur, TBS dari kebun plasma itu dapat menghasilkan kualitas lebih tinggi ketimbang petani mandiri. Maka, standard harga TBS yang berlaku di lapangan pun bisa berbeda. Harga standar pada TBS dari pohon sawit umur 10–20 tahun yang memberikan rendemen minyak terbesar.
Secara rata-rata, menurut Apkasindo, harga TBS kebun plasma sudah merambat ke Rp 2.548 per kg, dan Rp2.011 per kg untuk kebun swadaya. Sebelumnya, pelarangan ekspor CPO sempat menekan harga TBS sampai Rp1.500 per kg untuk produk petani swadaya dan Rp1.800 untuk plasma.
Toh, Apkasindo masih berharap ada kenaikan lebih lanjut, ke level Rp 2.800 sampai Rp 3.800 per kg TBS. Sesuai kualitas masing-masing.
Kenaikan harga TBS sawit tentu menambah kesejahteraan petani sawit. Kebunan sawit, yang milik rakyat atau perkebunan swasta/BUMN, sudah ada di 22 provinsi. Dari Aceh hingga Papua. Provinsi Sumatra Utara, Riau, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan, Kalimantan Tengah, serta Kalimantan Timur menjadi lumbung sawit nasional. Dengan luas area terbesar.
Dengan sebaran yang luas, penggunaaan lahan yang besar (4,5 juta ha), dan mencakup lebih dari dari 2,7 juta unit usaha tani kecil, kelapa sawit juga menjadi sumber ekonomi yang penting untuk rakyat.
Lima provinsi dengan jumlah jumlah pelaku usaha sawit rakyat terbesar di Indonesia pada tahun 2019 ialah
- Riau (591 ribu orang)
- Sumatra Selatan (273 ribu)
- Jambi (262 ribu)
- Sumut (260 ribu)
- Sumatra Barat 190 (ribu).
Tenaga kerja yang terserap di industri sawit ini, dari hulu ke hilir, tidak kurang dari 17 juta orang. Sebagian besar mereka bekerja di perkebunan swasta menengah, swasta besar, BUMN, dan industri pengolahannya. Meski menguasai sekitar 35 persen area, kontribusi produksi CPO dari perkebunan rakyat masih di bawah 30 persen.
Survei di 2016 oleh Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyatakan, penerimaan kotor petani pemilik kelapa sawit ialah Rp 21 juta per tahun (kotor). Pendapatan bersih bisa Rp 15 juta/ha per tahun jika perawatan, pemupukan, dan panen oleh pemiliknya. Sebagai perbandingan, budi daya padi di sawah berpengairan baik, satu per musim bisa menghasilkan Rp10 Juta–Rp12 juta. Untuk jagung sekitar Rp 8 juta bersih per ha per musim. Namun, risiko kegagalan panen pada sawit pun lebih rendah.(*)