Henry Subiakto memaparkan pentingnya LKBH di era media digital dan maraknya media sosial. Henry mengungkapkan tahun 2020 ada 10 wartawan terjerat undang-undang ITE, kemudian tahun berikutnya 2021 ada 15 wartawan tersangkut pelanggaran kasus ITE. Para wartawan itu umumnya bermain di media sosial.
“Wartawan perlu menghindari aktif secara individual dalam media sosial, agar tidak masuk dalam pusaran tarik-menarik dua kekuatan ideologis,” kata Henry. Kalau pekerjaan mereka sebagai wartawan di media pers tidak ada masalah, terutama yang sudah terverifikasi Dewan Pers, tidak terkena undang-undang ITE, karena ada undang-undangnya sendiri, yaitu Undang-undang Pers 40/1999.
Kalaupun mereka (wartawan) melanggar kode etik, kemudian ada pengaduan oleh pihak yang dirugikan, pengaduan itu disampaikan kepada Dewan Pers untuk dimediasi. Sengketa pers tidak boleh langsung dilaporkan kepada polisi, karena ada MoU antara Dewan Pers dan pihak kepolisian. Selain itu ada surat edaran Mahkamah Agung yang menyebut perlunya saksi ahli pers kalau ada sengketa pers sampai masuk ke pengadilan. Walaupun demikian, pesan Henry, wartawan harus mentaati kode etik jurnalistik dan undang-undang pers.
Sementara Dr Taufiqurokhman menekankan pentingnya LKBH di lembaga organisasi pers seperti SMSI didukung semua pihak. Hal ini penting guna menghadapi banyak hal menyangkut perlindungan hukum, terutama pembelaan terhadap yang lemah.