- Masyarakat Nampar Sepang Kembali Merambah Kawasan Hutan Pota RTK 101, Kades Nampar Sepang Menutup Mata?
MATIM, Proletarmedia.com- Bagai buah simalakama, sejumlah masyarakat Desa Nampar Sepang, Kecamatan Sambi Rampas, Kabupaten Manggarai Timur yang berprofesi sebagai petani kini diperhadapkan pada kondisi yang paradoks.
Mereka yang seharusnya berkerja sebagai petani jagung dengan mengandalkan kawasan hutan untuk dijadikan lahan untuk berkebun, akan tetapi disisi lain mereka diperhadapkan pada aturan pemerintah yang melarang mereka untuk merambah dikawasan hutan yang dilindungi.
Hal inilah yang dirasakan oleh sejumlah masyarakat Nampar Sepang yang berjumlah 9 orang pada November 2023 lalu. Disaat semangat masyarakat berkerja mempersiapkan lahan untuk ditanami jagung, sepucuk surat dari UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah Kabupaten Manggarai Timur berisi tentang larangan perambahan di kawasan hutan Pota RTK 101.
Menurut informasi yang dihimpun awak media, bahwa sebagian masyarakat yang mendapat surat dari UPTD KPH Wilayah Kabupaten Manggarai Timur tersebut masih beraktivitas dilahan kawasan hutan Pota RTK 101 hingga tahun 2025 ini.
Hal ini disampaikan oleh masyarakat Nampar Sepang berinisial A, bahwa meskipun sudah dilarang oleh KPH Manggarai Timur, 8 orang masyarakat Nampar Sepang yang sebelumnya adalah perambah hutan yang telah disurati oleh KPH Manggarai Timur masih melakukan aktivitas berkebun di lokasi tersebut.
“Awalnya 9 orang masyarakat yang disurati oleh KPH Manggarai Timur pada tahun 2023 agar tidak merambah di lokasi tersebut. Akan tetapi pada tahun 2025, 8 orang masih beraktivitas di lokasi yang sama, kembali menanam jagung. Hanya satu orang yang tidak lanjut menanam jagung karena takut akan larangan KPH Manggarai Timur” ungkap A belum lama ini.
Untuk diketahui, UPTD KPH Wilayah Kabupaten Manggarai Timur dalam surat yang dikeluarkan pada 23 November 2023 menyatakan bahwa:
1. Dilarang untuk melakukan perambahan baru
2. Lokasi perambahan yang sudah dibersihkan dapat ditanami jagung dan tanaman lain serta tetap berada dibawah pengawasan kepala desa Nampar Sepang dan setelah tanaman jagung dipanen, maka saudara-saudara harus berhenti melakukan aktivitas didalam kawasan hutan.
3. Diharuskan untuk membuat surat pernyataan agar tidak melakukan perambahan lagi didalam kawasan hutan dan ditandatangani diatas materai 10.000 yang akan dilaksanakan bersama KPH wilayah Kabupaten Manggarai Timur, Camat Sambi Rampas, dan Kepala Desa Nampar Sepang.
*Kades Nampar Sepang Menutup Mata?*
Dengan masih adanya aktivitas perambahan hutan oleh 8 orang masyarakat Nampar Sepang tersebut diduga Kades Nampar Sepang menutup mata alias membiarkan begitu saja masyarakatnya yang jelas-jelas telah melanggar himbuan KPH Wilayah Kabupaten Manggarai Timur sebelumnya.
Apalagi jelas tertulis pada point kedua surat KPH wilayah Manggarai Timur bahwa Kades Nampar Sepang melakukan pengawasan langsung ketika pertama kali masyarakatnya melakukan perambahan hutan.
Sementara itu, A (Warga Nampar Sepang) menjelaskan kepada media bahwa hanya Bapak Ahmad Ali Da yang hingga kini tidak meneruskan menanam jagung di lokasi kawasan hutan Pota RTK 101 tersebut. Sementara 8 orang lainnya masih dengan leluasa menanam seakan memberi sinyal bahwa mereka tidak akan diproses oleh UPTD KPH wilayah Kabupaten Manggarai Timur.
Ia juga berharap agar Pemerintah Desa Nampar Sepang tegas dan tidak tebang pilih terhadap apa yang pernah ia laporkan ke KPH wilayah Kabupaten Manggarai Timur pada 24 Oktober 2023.
“Saya berharap Pemerintah Desa Nampar Sepang, dalam hal ini Kades Nampar Sepang tegas terhadap apa yang ia laporan dahulu. Bahwasannya, masyarakat yang diduga merambah hutan Pota RTK 101, awalmula dilaporkan sendiri oleh Kades Nampar Sepang. Jangan kemudian, hari ini lembek dan terkesan tebang pilih menindak masyarakat nya yang melanggar hukum” harapnya. (18/02/2023)
*Sanksi Perambah Hutan*
Adapun sanksi pelaku perambahan hutan ilegal berdasarkan Pasal 98 Ayat 1 jo pasal 19 Huruf b, Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana penjara maksimum 15 tahun dan denda maksimum Rp 100 miliar. (Sugianto/NTT)