Bupati Matim Diduga Intimidasi Wartawan, Desak Bongkar Identitas Narasumber hingga Ancam Lapor ke Polisi
Manggarai Timur https://proletarmedia.com – Bupati Manggarai Timur, Agas Andreas, diduga melakukan intimidasi terhadap wartawan Suaraburuh.com setelah media tersebut menerbitkan berita berjudul “Anak Emas Gubernur NTT dan Bupati Matim Tak Pernah Masuk Sekolah Sejak November 2024, Kadis PPO Bungkam.”
Dalam percakapan via telepon, Bupati Agas diduga mendesak wartawan untuk membongkar identitas narasumber yang disebut dalam laporan tersebut, yang berasal dari internal sekolah, serta mengancam akan membawa persoalan ini ke ranah hukum.
“Nardi… bagaimana dengan kau punya opini ini. Ini saya di depan Pa Gub ni.
Kau kasih tau saya siapa itu narasumber. Siapa? Saya akan cari dia di sekolah,” ujar Agas, sebagaimana dikutip dari rekaman yang diterima redaksi.
Ketika wartawan Suaraburuh.com mencoba menjelaskan bahwa identitas narasumber dilindungi dan merupakan bagian dari etika serta perlindungan pers, Bupati Agas tetap mendesak agar nama narasumber diungkap.
la bahkan menuding pemberitaan tersebut sebagai opini yang mencemarkan nama baiknya.
“Jangan masalah mereka di sekolah libatkan saya. Itu masalah dinas provinsi bukan kabupaten. Kau kirim itu nama narasumber,” lanjut Agas dengan nada buru-buru dan tidak memberikan ruang kepada Wartawan untuk berbicara.
Sementara dalam pernyataan lainnya, Bupati Agas menyebut bahwa saat itu ia sedang bersama Gubernur NTT, Melkiades Lakalena, yang disebut ikut marah atas pemberitaan tersebut.
“Ini Pa Gub ada marah ni. Itu opini kau. Saya lapor kau di polisi pencemaran nama baik. Nanti saya cari kau. Kau tunggu di Borong,” tutupnya dengan nada mengancam.
Tindakan ini menuai kecaman dari sejumlah pihak, termasuk Penasihat Hukum Suaraburuh.com, Sya’ban Sartono Leki, SH.
“Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 4 ayat (3) menyebutkan bahwa pers nasional mempunyai hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Lebih lanjut, Pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa wartawan memiliki dan dilindungi oleh kode etik jurnalistik, termasuk menjaga kerahasiaan identitas narasumber sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 8: “Dalam menjalankan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum.”
Selain itu, kata Leki, sengketa pemberitaan seharusnya diselesaikan melalui mekanisme hak jawab atau pengaduan ke Dewan Pers, bukan melalui laporan pidana ke polisi.
“Ini merupakan prinsip utama dalam menyelesaikan sengketa pers secara proporsional dan profesional, sebagaimana ditegaskan dalam nota kesepahaman antara Dewan Pers dan Polri,” pungkas Mantan Wartawan Bidik News tersebut.
Peristiwa ini kembali menyoroti pentingnya perlindungan terhadap kebebasan pers dan keselamatan wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik di daerah.(*)