Berita

Aktivis Minta Kejagung Usut Proyek Fiktif 10 Miliar di NTT yang tidak Masuk Akal dan Diduga sayarat Korupsi

×

Aktivis Minta Kejagung Usut Proyek Fiktif 10 Miliar di NTT yang tidak Masuk Akal dan Diduga sayarat Korupsi

Sebarkan artikel ini

Aktivis Minta Kejagung Usut Proyek Fiktif 10 Miliar di NTT yang tidak Masuk Akal dan Diduga sayarat Korupsi

 

Labuan Bajo, infotimur.id – Proyek preservasi Jalan Nasional Labuan Bajo – Kota Ruteng, yang menghubungkan Kabupaten Manggarai Barat, Manggarai, dan Manggarai Timur, kembali menuai sorotan tajam dari masyarakat.

 

Peroyek fiktif untuk dana swakelola sebesar 10 miliar dinilai tidak masuk akal dan diduga syarat korupsi. Hal ini seakan menampar wibawa kepemimpinan Prabowo Subianto yang katanya berkomitmen memberantas segala bentuk kejahatan di Republik Indonesia.

 

Sekretaris LPPDM yang juga pengacara tersohor di Manggarai Raya, Gerits Bocok, juga menyoroti proyek fiktif senilai10 Miliar yang dinilai tidak masuk akal dan diduga sarat korupsi.

 

Dalam komentarnya, Gerits Bocok menyebutkan dirinya sangat kecewa dengan pekerjaan proyek bernilai fantastis itu, anggaran sebesar Rp 10 miliar tetapi dalam perehapan tidak jelas.

 

“Proyek perehapan senilai 10 Miliar adalah fiktif buktinya tidak ada pekerjan fisik selama ini. Saya berharap Kejagung datang di Labuan Bajo karena kasus ini,” ungkap Gerits

 

Gerits juga menjelaskan sebagai warga manggarai saya merasakan sekali terkait proyek ini, dana perehapan sebesar 10 miliar tetapi dalam pekerjaan fisik di lapangan tidak ada, korupsi di NTT sangat rapi sehingga sulit tersentuh hukum.

 

Gerits juga menilai kualitas pekerjaan jauh dari harapan meski menelan anggaran fantastis senilai Rp125,7 miliar yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2023–2024, ditambah dana swakelola pemeliharaan tahun 2025 sebesar Rp10 miliar, Itulah seninya korupsi di NTT.

 

“Saya berharap Kejaksaan Agung RI datang untuk bisa mengevaluasi kinerja kerja Kejaksaan Negeri Manggarai Barat dan Kejaksan Negeri Manggarai yang dinilai membiarkan korupsi merajalela di tanah Nuca Lale,” jelas Gerits

 

Saya juga berharap kepada semua warga manggarai agar bersama-sama menyuarakan terkait persoalan ini. Kita warga Nusa Tenggara Timur telah banyak menjadi korban dari perbuatan elite politik yang selalu membodohi rakyat kecil.

 

Menurut Pengacara muda itu, bahwa proyek yang seharusnya mendukung akses vital di Pulau Flores justru dikerjakan asal-asalan.

 

“Kami memprotes lantaran besarnya anggaran preservasi dan perbaikan jalan ini. Kami minta Kejagung untuk memantau aliran dana dari proyek ini,” ujarnya.

 

Kualitas Pekerjaan Dinilai Buruk

Pantauan di lapangan memperlihatkan sejumlah pekerjaan tidak sesuai dengan standar.

 

Misalnya, pada ruas Jalan Soekarno Hatta, tepat di depan Hotel Sentro, pembangunan U-Ditch sepanjang kurang lebih 300 meter tampak dikerjakan asal jadi dan tidak terawat.

 

Sementara itu, pada jalur Lembor–Ruteng, terdapat titik-titik jalan yang sudah dipahat untuk penambalan namun hingga kini tidak kunjung dikerjakan oleh PPK 3.2 PJN Wilayah III NTT.

 

Kondisi jalan yang sudah diperbaiki pun kembali rusak, dengan aspal pecah dan mengelupas. Lubang menganga di sepanjang ruas jalan menimbulkan bahaya bagi pengguna kendaraan, terutama pada malam hari. Beberapa pengendara bahkan dilaporkan mengalami kecelakaan hingga luka serius.

 

Dugaan Penyimpangan Anggaran

Selain mutu pekerjaan yang buruk, publik juga menyoroti dugaan penyimpangan anggaran. Sejumlah kalangan menduga adanya indikasi mark-up yang mencapai puluhan miliar rupiah, termasuk dalam dana pemeliharaan jalan nasional. Transparansi proyek pun dipertanyakan lantaran informasi detail tidak ditemukan dalam sistem pelaksanaan.

 

“Pemeliharaan jalan sangat penting untuk keselamatan masyarakat. Namun jika dikerjakan tanpa akuntabilitas dan transparansi, ini sama saja mengorbankan publik,” tegas Gerits

 

Pihak-Pihak  yang terlibat dalam pekerjaan tersebut.

 

Publik mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk turun tangan mengusut pihak-pihak yang diduga terlibat dalam proyek ini, antara lain:

 

1. Budi Santoso, Direktur Utama PT Akas (asal Kota Malang, Jawa Timur).

 

2. Ir. Obed Eko Kurniawan, koordinator proyek sekaligus anak kandung Budi Santoso.

 

3. PT Virama Karya (Persero) Cabang Makassar, konsultan pengawas proyek dengan nilai kontrak Rp3,57 miliar (dari HPS Rp4,38 miliar, sumber APBN).

 

4. Devi Alcitra Candra, mantan Kepala Satker Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah III NTT Tahun 2023–2024 (saat ini sudah pindah tugas ke Sumatera).

 

5. Parsaoran Samosir, ST., Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satker PJN Wilayah III NTT.

 

6. Tim teknik PT Akas yang disebut bernama Michele.

 

Publik Harap Penegakan Hukum Tegas

 

Alih-alih memperlancar arus transportasi dan meningkatkan keselamatan pengguna jalan, proyek preservasi ini justru menimbulkan keresahan warga. Publik mendesak aparat penegak hukum agar segera memeriksa aliran dana dan menindak tegas pihak-pihak yang terbukti lalai maupun melakukan pelanggaran hukum.(**)