Ketua HMTP UNANDA Kritisi Kebocoran Pipa HFSO PT Vale di Towuti, Soroti Kepatuhan ISO 14001:2015
Towuti, Sabtu, 23 Agustus 2025 — Kebocoran pipa High Sulphur Fuel Oil (HFSO) di Dusun Molindowe, Desa Lioka, Kecamatan Towuti, membuat masyarakat resah. Minyak kental berwarna hitam pekat ini sudah mencemari lahan pertanian warga dan berpotensi mengalir ke sungai hingga sistem danau.
Ketua Himpunan Mahasiswa Teknik Pertambangan Universitas Andi Djemma (HMTP UNANDA), Yadit, menyampaikan kritik tegas atas insiden ini.
_”HFSO sangat kental, lengket, dan mengandung sulfur tinggi. Di lahan pertanian, tanah kehilangan porositas dan akar mati. Di sungai, lapisan minyak menutup oksigen, mencemari sedimen, dan mengancam biota. Jika sampai ke sistem Danau Malili, dampaknya bisa serius dan jangka panjang,”_ jelas Yadit (Ketua HMTP FT UNANDA).
Ia menilai kejadian ini harus dilihat dalam kerangka ISO 14001:2015 Sistem Manajemen Lingkungan, yang menuntut perusahaan memastikan identifikasi risiko, pemeliharaan pencegahan, monitoring, serta kesiapsiagaan darurat.
Yadit menambahkan _“Jika PT Vale mengklaim patuh ISO 14001:2015, maka sistem tanggap darurat dan pengendalian risiko pipa seharusnya bekerja. Kebocoran ini membuktikan masih ada celah besar antara prosedur dan praktik lapangan,”_ tegasnya.
Hal ini akan berdampak pada beberapa hal, seperti :
1. Dampak ke Pertanian: Tanah tertutup minyak, infiltrasi air terganggu, panen berpotensi gagal lama.
2. Dampak ke Sungai: Minyak mengapung, menurunkan oksigen, merusak sedimen dan vegetasi tepi.
3. Dan jika sampai masuk ke Danau: Maka residu bertahan lama, menempel di pesisir dan dasar, mengganggu rantai makanan air.
Yadit menekankan bahwa penanganan insiden ini harus segera dilakukan secara menyeluruh. Tanggap darurat perlu diaktifkan dengan memasang oil boom, melakukan skimming, dan mengisolasi tanah tercemar agar penyebaran HFSO bisa diminimalkan. Selain itu, audit jalur pipa independen sangat penting untuk memeriksa integritas, korosi, tekanan, serta sistem deteksi kebocoran guna memastikan risiko serupa tidak terulang. Pemantauan lingkungan yang transparan harus dilakukan melalui uji air, tanah, dan sedimen secara berkala, dengan hasilnya dipublikasikan agar masyarakat dan pihak terkait dapat mengetahui kondisi sebenarnya. Remediasi ilmiah menjadi langkah krusial, termasuk excavation tanah sangat tercemar, bioremediasi minyak berat, serta phytoremediasi untuk mengembalikan fungsi ekologi lahan. Dampak sosial-ekonomi juga tidak boleh diabaikan; perlu ada verifikasi kerugian, pembayaran ganti rugi, dan upaya pemulihan produktivitas lahan warga. Terakhir, perusahaan harus melakukan perbaikan organisasi, mencakup tinjauan manajemen, perbaikan desain prosedur operasional, serta latihan darurat rutin agar penerapan ISO 14001:2015 berjalan efektif dan risiko kebocoran dapat diminimalkan di masa depan.
_”Kepatuhan ISO 14001:2015 bukan sekadar sertifikat, tapi tanggung jawab nyata. Kami mendesak penanganan berbasis sains, transparansi data, dan pemulihan penuh. Mahasiswa akan terus mengawal,”_ pungkas Yadit.









