Badan Pengawas Pemilihan Umum atau disebut dengan BAWASLU merupakan lembaga negara yang bersifat independent dalam mengawasi seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu, menerima aduan, menangani kasus pelanggaran administratif, serta penindakan pelanggaran pidana Pemilu sesuai dengan tingkatannya, berdasarkan amanat Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Dalam pelaksanaannya, Pemilu pertama kali di Indonesia dilaksanakan pada tahun 1955 dan belum dikenal istilah pengawasan Pemilu, sehingga menyebabkan persoalan di kalangan masyarakat yang berdampak negatif terhadap proses penyelenggaraan Pemilihan Umum, dan juga diwarnai berbagai bentuk protes atas banyaknya pelanggaran dan dugaan manipulasi perhitungan suara yang dilakukan oleh petugas pemilu pada tahun 1971, sehingga pada pelaksanaan Pemilu tahun 1982 telah muncul Panitia Pengawasan Pelaksanaan Pemilu (Panwaslak Pemilu) yang berfungsi mendampingi dan mengawasi kinerja dari Lembaga Pemilihan Umum (LPU) yang berada dibawah naungan Departemen/Kementrian Dalam Negeri.
Di era reformasi tahun 1998, tuntutan masyarakat dan harapan reformasi tentang pembentukan dan pembenahan penyelengaraan Pemilu yang bersifat mandiri dan bebas dari intevensi dari pihak manapun semakin menguat. Dengan demikian dibentuklah sebuah lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat netral dan independent, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan berbarengan dengan perubahan nomenklatur Panitia Pengawasan Pelaksanaan Pemilu (Panwaslak Pemilu) menjadi Pantitia Pengawas Pemilu (Panwaslu).
Dalam perjalanannya peran pengawasan Pemilu di Indonesia semakin hari melakukan pembenahan dan penguatan secara kelembagaan, yang bermula dari Panitia Pengawasan Pelaksanaan Pemilu (Panwaslak Pemilu) tahun 1982, kemudian menjadi Pengawasan Pemilu
(Panwaslu) yang bersifat Ad hock (sementara) namun sudah terlepas dari struktur KPU, sebagaimana tertuang dalam Undang-undang No. 12 tahun 2003 tentang Pemiilihan Umum, DPR, DPD dan DPRD.
Selanjutnya kelembagaan pengawasan Pemilu diperkuat dengan Undang-undang No. 22 tahun 2007 tentang Penyelenggaran Pemilu, dengan dibentuknya sebuah lembaga tetap tingkat nasional yaitu Badan Pengawasan Pemilu (BAWASLU), kemudian diterbitkannya Undang-undang No. 15 tahun 2011 tentang penyelenggaraan Pemilu yang secara kelembagaan menguatkan dengan dibentuknya lembaga tetap pengawas Pemilu di tingkat provinsi atau disebut dengan nama Bawaslu Provinsi, dan selanjutnya diterbitkan Undang-undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menguatkan secara kelembagaan dengan mengharuskan Pembentukan Bawaslu di tingkat Kabupaten/ Kota.
Sejak tanggal 09 bulan April tahun 2008, usia lembaga Badan Pengawasan Pemilu Republik Indonesia (BAWASLU RI) telah beusia 15 tahun, tentunya banyak hal-hal yang sudah dilakukan dalam menjaga hak pilih di seluruh negeri dan menegakkan keadilan Pemilu dalam setiap proses pelaksanaan Pemilihan Umum, baik itu Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/ Kota sampai dengan Pemilihan Kepala Daerah, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota di seluruh wilayah Indonesia.
Menjelang hari Rabu tanggal 14 Februari 2024, agenda 5 (lima) tahunan akan kembali diselenggarakan, masing-masing tahapan sedang, mulai dan akan dilaksanakan, baik dari pembentukan badan ad hock (sementara) seperti Panitia Pengawas di tingkat kecamatan (Panwascam) dan Panitia Pengawas Kelurahan/ Desa (PKD), selanjutnya mengawasi tahapan verifikasi partai politik, pemutakhiran mata pilih, pendaftaran dan pencalonan peserta Pemilu, menjaga netralitas ASN, TNI–POLRI, mengawasi distribusi logisitik, dan pemungutan perhitungan suara, serta kegiatan tahapan-tahapan lainnya.
Belajar dari pengalaman sebelumnya, terdapat berbagai kasus dan persoalan dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum di Sumatera Selatan, khususnya di Kabupaten OKU Timur, dan bahkan tertuang dalam berbagai putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia, baik itu dalam proses tahapan sebelum pelaksanaan pemungutan suara, dan bahkan setelah proses perhitungan rekapitulasi hasil perolehan suara.
Berkenaan dengan hal tersebut, Penulis mengharapkan perlunya dilakukan upaya-upaya peningkatan peran serta dan kesadaran masyarakat dari berbagai stakeholder dalam mensukseskan Pemilihan Umum tahun 2024 yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, sebagaimana diketahui bahwa pelaksanaan Pemilu sudah semakin dekat yang rawan dengan segala tindakan-tindakan non-konstitusional, black campaign, Politik SARA, hoaxs, ujaran kebencian dan potensi-potensi pemecah belah bangsa lainnya, sehingga jargon Bersama Rakyat Awasi Pemilu, Bersama BAWASLU Tegakkan Keadilan Pemilu dapat benar-benar di aktualisasikan dengan baik dalam mengawal Demokrasi Bangsa.