Jakarta – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja menyatakan berita bohong atau hoax sebagai titik rawan dalam pemilihan umum (Pemilu) yang tak terhindarkan di era digitalisasi saat ini.
Menurut Bagja, dampak utama dari hoax adalah munculnya polarisasi di tengah masyarakat, sebagaimana yang terjadi pada Pesta Demokrasi pada 2019 lalu.
“Hoax merupakan variabel titik rawan dalam pemilu dan pemilihan yang sifatnya tidak terhindarkan di masa digitalisasi dewasa ini,” ungkap Bagja dalam webinar Sosialisasi Perkembangan Tahapan Pemilu dan Pilkada Serentak, Sabtu (12/8/2023).
Bagja mengatakan, apabila hoax tidak dapat ditangani maka dapat menurunkan kredibilitas dan integritas penyelenggaraan pemilu. Menurutnya, hal itu akan berakibat pada menurunnya kualitas pemilu dan merusak rasionalitas pemilih.
Bahkan lebih parah lagi, Bagja juga mengingatkan hoax bisa menimbulkan konflik sosial, ujaran kebencian, dan propaganda, serta membesarnya disintegrasi nasional.
“Kemudian yang kelima, menjadi contoh pemilihan lain di berbagai level sehingga kemudian akan menjadi persoalan di seluruh tingkatan pemilihan,” ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Badan Pengawas Pemilihan Umum membentuk satuan tugas (satgas) guna mengawasi kampanye dan mencegah penyebaran konten melanggar hukum di media sosial menjelang Pemilu 2024.
“Kemenkominfo melalui Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) bersama Bawaslu membentuk satgas untuk mengawasi jalannya kampanye di medsos,” jelas Direktur Jenderal Informasi Komunikasi Publik (Dirjen IKP), Kominfo beberapa waktu lalu.(PMJ)